Sebuah Kesaksian
Suatu Tanda
Awalnya, saya bukanlah orang yang percaya Tuhan Yesus. Saya seorang muslim. Siapa itu Yesus? Apa dan bagaimana Kristen itu? Saya tidak mengenal sama sekali.
Saya hidup di dalam keluarga muslim yang taat beribadah. Namun, juga menghormati agama orang lain. Semasa kecil, saya senang kalau melihat orang-orang yang sedang merayakan suatu acara (Baru tahu acara Natal setelah menjadi orang Kristen) di gereja. Mengapa? karena saya mendapat pembagian kue, permen, dan kalender. Kebetulan di dekat rumah saya ada gereja dan masjid sebagai tempat saya kalau sholat. Saya suka kalau bermain-main di dekat gereja, tidak tahu apa penyebabnya.
Suatu hari, saya bermain dengan cucu tetangga samping rumah yang kebetulan orang Belanda dan keluarga Kristen. Di atas pintu bagian dalam rumah itu ada patung kecil yang menggambarkan orang sedang terlentang. Saya tidak tahu itu patung apa.
Waktu itu permainan kami adalah membuat gulungan kertas kecil-kecil atau memakai batu kerikil kemudian melemparkan ke arah patung tersebut. Tujuan kami adalah seperti lomba, siapa lemparannya tepat mengenai patung itu dialah yang menang atau merasa senang sekali karena lemparannya mengenai patung tersebut. Meskipun, kami tidak memperebutkan hadiah.
Di kesempatan lain juga, semasa saya masih kecil, saya pernah ditawari seorang Ibu yang memakai baju putih di halaman gereja dekat rumah saya, mengajak untuk ikut datang ke gereja ikut kegiatan. Saat itu saya langsung menjawab : ya saya akan ikut. Tetapi, saya lupa dan tidak pernah menepati janji saya kepada Ibu tersebut.
Menerima Dengan Terbuka
Pertama mulai mengenal kekristenan adalah melalui istri saya. Waktu itu kami belum kenal dan kebetulan satu tempat sama-sama menjadi guru di sekolah umum di Surabaya. Saat itu saya mulai belajar banyak tentang orang Kristen. Termasuk ajaran kasihNya itu.
Dengan berjalannya waktu, saya semakin suka dengan orang Kristen yang terlihat penuh kasih dan damai. Atau, mungkin juga kebetulan saya punya bibi yang keluarganya Khatolik, dan saya lihat kehidupan mereka juga baik. Semua ini yang membuat saya langsung “jatuh cinta” pada kekristenan dan langsung menyatakan ingin masuk Kristen. Semua meluncur begitu saja tanpa hambatan. Keluarga saya sendiri pun menyerahkan pilihan itu sepenuhnya kepada saya dengan catatan dilakukan dengan sungguh-sungguh. Bulan Desember 1992 saya dibaptis. Saya menerima dan menyatakan iman kepada Yesus Kristus. September 1993 saya menikah dan dikaruniai anak pertama pada September 1994.
Pada masa itu pengenalan diri saya akan Alkitab, saat teduh, berdoa, dan lagu pujian masih sangat sedikit. Saya seperti orang asing yang baru memasuki tempat yang baru. Terasa canggung dan aneh, meskipun sebelum dibaptis saya sering pergi ke gereja dan mengikuti katekisasi.
Saya masih mengajar di sekolah umum tersebut, sedangkan istri saya sudah kembali ke orang tuanya di luar kota untuk membantu pelayanan di gereja sebagai Pendeta Pembantu, di samping itu juga mengajar di sekolah umum. Pada saat itu saya masih kuliah sambil bekerja dan menghidupi keluarga dengan penghasilan yang sangat minim. Mungkin bisa dibayangkan apa bisa bertahan dengan penghasilan sebulan 100 ribu dari sekolah dan 125 ribu dari honor memberikan les private dipakai untuk membiayai kuliah, untuk kebutuhan keluarga, dan kebutuhan sendiri.
Di tempat saya mengajar ini, saya merasakan ada beberapa teman yang kurang setuju dengan pilihan saya menjadi orang Kristen. Namun, mereka tetap menghormati saya. Pada suatu saat saya berfikir, pertumbuhan iman saya tidak akan berkembang dengan baik kalau saya di sekolah ini terus yang merupakan sekolah umum. Dan, saya tidak bisa secara optimal belajar tentang kekristenan. Saya rindu suatu saat saya harus mengajar di sekolah Kristen.
Panggilan Tuhan : “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Aku yang memilih kamu.”
Saya suka dengan kalimat dalam ayat Alkitab, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Aku yang memilih kamu.”
Kalimat ini yang memotivasi saya untuk menjadi orang Kristen yang baik dan terus belajar mengenal lebih dekat siapakah “Juru Selamat Saya.” Dan, saya meyakini bahwa kehidupan yang saya alami merupakan anugerah dari Tuhan Yesus. Tuhan Yesus telah memanggil saya kembali untuk datang kepadaNya dan melayaniNya tatkala saya mengabaikan panggilanNya kurang lebih 18 tahun.
Tuhan Yesus tidak tanggung-tanggung memanggil saya. Saya ditempatkan di sebuah keluarga Hamba Tuhan. Mertua saya adalah seorang Pendeta. Sepertinya, Tuhan Yesus ingin agar saya mengalami pertumbuhan iman tidak setengah-setengah tetapi total. Banyak hal yang saya pelajari bagaimana menjadi orang Kristen.
Dari sini, saya mulai belajar mengenal pelayanan. Belajar berdoa yang benar, memimpin doa, belajar menyampaikan Firman, belajar menyanyi lagu-lagu pujian, dan nilai-nilai kristiani dalam kehidupan orang percaya. Semua ini semakin menguatkan saya bahwa Tuhan Yesus punya rencana dalam hidup saya.
Tahun 1997, dua tahun setelah menyelesaikan kuliah, saya diterima bekerja di sebuah sekolah Kristen di Surabaya. Tantangan yang diberikan kepada saya adalah melayani dengan total di sekolah itu sebagai guru fulltime. Saya menerima tantangan tersebut. Saya melepas les private yang saat itu masih saya lakukan, padahal les private itu cukup membantu kebutuhan saya. Dan, saya juga keluar dari sekolah yang lama. Seperti harapan saya bahwa saya harus mengajar di sekolah Kristen, inilah yang membuat saya tidak khawatir dengan kebutuhan hidup saya dan keluarga saya. Saya hanya meyakini bahwa Tuhan Yesus akan memelihara saya.
Perkara Kecil Berganti Dengan Perkara Besar
Selama 10 tahun saya menjadi guru dan Wakil Kepala Sekolah di sekolah Kristen tersebut merasakan campur tangan Tuhan Yesus begitu luar biasa pada kehidupan pelayanan saya dan sekolah ini. Saya merasakan bagaimana sekolah ini diberkati oleh Tuhan Yesus, mulai dari murid berjumlah puluhan menjadi ratusan. Mulai dari guru berjumlah kurang dari 10 orang menjadi lebih dari 30 orang. Mulai dari sekolah ini belum dikenal orang sampai dikenal orang. Semua berjalan oleh kuasa dan penyertaan Tuhan Yesus sendiri.
Tahun 2008, Tuhan Yesus memberi kepercayaan kepada saya sebagai Kepala Sekolah. Mandat dan amanat ini saya terima sebagai wujud komitmen saya pada pelayanan, yaitu pendidikan Kristen.
Saya punya prinsip bahwa lakukan pekerjaan yang terbaik untuk menghasilkan yang terbaik juga, meskipun orang lain tidak melihat itu sebagai hal yang terbaik. Namun, Tuhan Yesus melihat dan menghargai apa yang saya kerjakan, sekecil apa pun. Karena kita melakukan bukan untuk menyenangkan manusia tetapi memenuhi apa yang menjadi keinginan Tuhan Yesus. Itulah mengapa saya diciptakan olehNya.
Saya sadar bahwa menjadi pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar. Namun, kecil atau besar ukuran tanggung jawab jangan dilihat dari sudut pandang kita. Tetapi, seberapa besar kita melibatkan Tuhan Yesus dalam pekerjaan kita.
Beberapa kalimat prinsip :
1. Lakukan pekerjaanmu dengan sukacita meskipun engkau merasa berat.
2. Pekerjaan berat terasa ringan apabila engkau melakukannya dengan tulus.
3. Ketulusan muncul dari hati yang paling dalam.
4. Hati yang paling dalam adalah sumber kehidupan apabila Tuhan Yesus ada di dalamnya.
5. Tuhan Yesus ada di dalam sumber kehidupan bagi siapa saja yang mau mendengarkan Dia.
6. Sumber kehidupan adalah Dia sendiri dan berkuasa atas segala-galanya.
7. Maka, jangan pernah menganggap dirimu besar karena yang membuat engkau merasa besar adalah kesombonganmu.
Semoga kesaksian ini menjadi berkat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar