Sabtu, 25 Desember 2010

PENILAIAN KELAS

A.     PENGERTIAN
      Penilaian kelas merupakan suatu kegiatan guru yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran tertentu. Untuk itu, diperlukan data sebagai informasi yang diandalkan sebagai dasar mengambil keputusan. Keputusan tersebut berhubungan dengan sudah atau belum berhasilnya peserta didik dalam mencapai suatu kompetensi. Penilaian kelas merupakan salah satu pilar dalam pelaksanaan KTSP yang berbasis kompetensi.
      Penilaian kelas lebih merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk memberikan keputusan, dalam hal ini nilai terhadap hasil belajar peserta didk berdasarkan tahapan belajarnya. Dari proses ini, diperoleh potret/profil kemampuan peserta didik dalam mencapai sejumlah SK dan KD yang tercantum dalam kurikulum.
      Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi serta sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik. Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (pencil and paper test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta didik (portfolio), dan penilaian diri.
      Penilaian hasil belajar baik formal maupun informal diadakan dalam suasana yang menyenangkan, sehingga memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dipahami dan mampu dikerjakannya. Hasil belajar seorang peserta didik tidak dianjurkan untuk dibandingkan dengan peserta didik lainnya, tetapi dengan hasil yang dimiliki peserta didik tersebut sebelumnya. Dengan demikian peserta didik tidak merasa dihakimi oleh guru tetapi dibantu untuk mencapai apa yang diharapkan.

B.     MANFAAT PENILAIAN KELAS
         1.      Untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan 
                  dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi.
         2.      Untuk memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta 
                 didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial.
       3.      Untuk umpan balik bagi guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, egiatan,an sumber 
                belajar yang digunakan.
         4.      Untuk masukan bagi guru guna merancang kegiatan belajar.
         5.      Untuk memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas     
                  pendidikan.
         6.    Untuk member umpan balik bagi pengambil kebijakan (Diknas Daerah) dalam
                mempertimbangkan konsep penilaian kelas yang baik digunakan.

C.     FUNGSI PENILAIAN KELAS
         1.      Menggambarkan sejauhmana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.
         2.      Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik
                 memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan
                 program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan).
         3.      Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan
                 peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu guru menentukan apakah
                 seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan.
         4.      Menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung
                 guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya.
         5.      Sebagai control bagi guru dan sekolah tentang kemajuan perkembangan peserta didik.

D.     RAMBU-RAMBU PENILAIAN KELAS
         a.      Kriteria Penilaian Kelas
                     1.      Validitas
                       Validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi. Dalam menyusun soal sebagai alat penilaian perlu memperhatikan kompetensi yang diukur, dan menggunakan bahasa yang tidak mengandung makna ganda. Misal, dalam pelajaran Bahasa Indonesi, guru ingin menilai kompetensi berbicara. Bentuk penilaian valid jika menggunakan tes lisan. Jika menggunakan tes tertulis penilaian tidak valid.
                  
              2.      Reliabilitas
                       Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian yang reliable (ajeg) memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin konsistensi. Misalnya guru menilai dengan proyek, penilaian akan reliabel jika hasil yang diperoleh itu cenderung sama bila proyek itu dilakukan lagi dengan kondisi yang relatif sama. Untuk menjamin penilaian yang reliabel, petunjuk pelaksanaan proyek dan penskorannya harus jelas.

              3.      Terfokus pada kompetensi
                       Dalam pelaksanaan KTSP yang berbasis kompetensi, penilaian harus terfokus pada pencapaian kompetensi (rangkaian kemampuan), bukan hanya pada penguasaan materi (pengetahuan).

              4.      Keseluruhan/Komprehensif
                       Penilaian harus menyeluruh dengan menggunakan beragam cara dan alat untuk menilai beragam kompetensi peserta didik, sehingga tergambar profil kompetensi peserta didik.

              5.       Objektivitas
                       Penilaian harus dilaksanakan secara objektif. Untuk itu, penilaian harus adil, terencana, berkesinambungan dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pemberian skor.

              6.       Mendidik
                       Penilaian dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran bagi guru dan meningkatkan kualitas belajar bagi peserta didik.

b.      Prinsip Penilaian Kelas
              1.       Memandang penilaian dan kegiatan pembelajaran secara terpadu.
              2.     Mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat peniaian sebagai cermin diri.
             3.       Melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pembelajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik.
             4.       Mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik.
             5.      Mengembangkan dan menyediakan system pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan kegiatan belajar peserta didik.
             6.      Menggunakan cara dan alat penilaian yang bervariasi. Penilaian kelas dapat dilakukan dengan cara tertulis, lisan, produk, portofolio, unjuk kerja, proyek, dan pengamatan tingkah laku.
              7.     Melakukan penilaian kelas secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Ulangan harian dapat dilakukan bila sudah menyelesaikan satu atau beberapa indikator atau satu KD. Pelaksanaan ulangan harian dapat dilakukan dengan penilaian tertulis, observasi, atau lainnya. Ulangan tengah semester dilakukan bila telah menyelesaikan beberapa KD, sedangkan ulangan akhir semester dilakukan setelah menyelesaikan semua KD semester bersangkutan. Ulangan kenaikan kelas dilakukan pada akhir semester genap dengan menilai semua KD semester ganjil dan genap, dengan penekanan pada KD semester genap. Guru menetapkan tingkat pencapaian kompetensi peserta didik berdasarkan hasil belajarnya pada kurun waktu tertentu (akhir semester atau akhir tahun).
                       Agar penilaian objektif, guru harus berupaya secara optimal untuk : (1) Memanfaatkan berbagai bukti hasil kerja peserta didik dan tingkah laku dari sejumlah penilaian. (2) Membuat keputusan yang adil tentang penguasaan kompetensi peserta didik dengan mempertimbangkan hasil kerja (karya).

c.      Penilaian Hasil Belajar Masing-masing Kelompok Mata Pelajaran
             1.     Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui :
                  1)     Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik.     
                    2)     Ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.

             2.     Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai.

             3.    Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik.
                  
             4.     Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan dilakukan melalui :
                     1)   Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik.
                     2)   Ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.



KOMPETENSI GURU

A.    KOMPETENSI PEDAGOGIK
        1.      Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, moral, kultural, emosional, dan intelektual.
        2.      Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan budaya.
        3.      Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik.
        4.      Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik.
        5.      Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang mendidik.
        6.      Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran.
        7.      Merancang pembelajaran yang mendidik.
        8.      Melaksanakan pembelajaran yang mendidik.
        9.      Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.

B.    KOMPETENSI KEPRIBADIAN
        1.      Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
        2.      Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
        3.      Mengevaluasi kinerja sendiri.
        4.      Mengembangkan diri secara berkelanjutan.

C.    KOMPETENSI SOSIAL
        1.      Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, dan masyarakat.
        2.      Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat.
        3.      Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional, dan global.
        4.      Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.

D.    KOMPETENSI PROFESIONAL
        1.      Menguasai substansi mata pelajaran dan metodologi keilmuannya.
        2.      Menguasai struktur dan materi kurikulum mata pelajaran.
        3.      Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran.     
        4.      Mengorganisasikan materi kurikulum mata pelajaran.
        5.      Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas.

PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU DIHARAPKAN DAPAT MENGHASILKAN SOSOK UTUH KOMPETENSI PROFESIONAL GURU YANG TERDIRI ATAS :
1.     Mengenal secara mendalam peserta didik yang dilayani, yang mencakup : (a) mengenal lintasan perkembangan peserta didik, dan (b) mengenal perbedaan individual peserta didik.
2.     Menguasai mata pelajaran secara keilmuan dan secara kependidikan.
3.     Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, yang mencakup : (a) merancang pembelajaran, (b) mengimplementasikan pembelajaran, (c) menilai proses dan hasil pembelajaran, dan (d) memanfaatkan informasi, evaluasi, proses, dan hasil pembelajaran untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan.
4.     Mengembangkan profesionalisme secara berkelanjutan dengan melalui : (a) melakukan refleksi terhadap apa yang telah dan akan dilakukan, (b) melakukan interaksi informal kesejawatan, (c) menjaring balikan dari pemangku kepentingan terhadap apa yang telah dan apa yang akan dilakukan, (d) mengakses informasi melalui literatur, (e) mengakses informasi dan komunikasi melalui internet, (f) melalui penelitian tindakan, (g) melakukan konsultasi dengan para pakar sesuai bidangnya, (h) mengikuti pendidikan dan pelatihan, (i) melanjutkan studi lanjut sesuai dengan keahliannya.

PENDIDIKAN KRISTEN

Pendahuluan
          Sekolah Kristen yang benar-benar isinya Kristen tidak banyak ada. Mungkin, hanya satu dua saja. Itu pun biasanya sekolah tersebut masih punya kaitan erat dengan gereja. Dan, murid-muridnya sebagian besar adalah anak-anak dari jemaat gereja tersebut.
          Cukup banyak sekolah yang memakai nama Kristen di nama sekolah mereka tetapi isinya tidak mencerminkan nilai-nilai Kristiani. Sudah banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Penyimpangan tersebut misalnya guru yang tidak Kristen, guru yang hanya sekedar mengajar, guru yang hanya mementingkan diri sendiri, kualitas pembelajaran yang tidak terintegrasikan dengan Firman Tuhan, perilaku guru yang tidak bisa menjadi teladan bagi murid, ibadah yang dilakukan hanya sekedar rutinitas, orientasi kerja hanya berdasarkan materi bukan pada pelayanan kepada Tuhan, lingkungan sekolah lebih cenderung sekulerisme serta visi, misi, dan tujuan sekolah mulai hilang dari nilai-nilai Kristen.
          Tanggung jawab pendidikan bagi seorang anak ada di tangan keluarga, sekolah, dan masyarakat termasuk gereja. Seorang anak akan mengalami pertumbuhan fisik, mental, dan spiritual secara baik apabila lingkungan yang diciptakan di sekelilingnya memberi pengaruh yang besar dan positif. Anak-anak Kristen juga akan mengalami pertumbuhan fisik, mental, dan spiritualnya lebih baik apabila lingkungan di keluarga, sekolah, dan gereja juga memberi kontribusi yang besar secara positif bagi mereka. Orang tua, sekolah, dan gereja harus mengajarkan kepada anak-anak tentang hidup yang Alkitabiah, yaitu hidup yang berpusat kepada Firman Tuhan dan hidup yang berpusat kepada Kristus.
          Sungguh indahnya, bila sejak usia kecil seorang anak oleh orang tuanya sudah dididik dan diperkenalkan dengan pola-pola hidup yang Kristiani. Ia belajar berkomunikasi dengan orang lain yaitu mula-mula dengan orang tuanya kemudian dengan saudaranya. Lalu, ia berkomunikasi dan berelasi dengan anak-anak seusianya di lingkungan rumahnya. Diajarkan kenapa Tuhan menciptakan dia dan kasih sayang Tuhan kepadanya. Orang tuanya mengajarkan bagaimana dia harus mengasihi orang lain karena Tuhan telah mengasihinya.
          Sekolah-sekolah yang isinya benar-benar Kristen sungguh sangat diperlukan agar dapat mengakomodasi calon murid yang berasal dari keluarga-keluarga yang sejak dini sudah menanamkan nilai-nilai Kristen, disamping juga menerima calon murid dari keluarga yang belum mengenal Kristus.
          Tujuan sekolah-sekolah yang isinya benar-benar Kristen menjadi wadah bagi calon murid yang sudah ditanamkan sejak dini nilai-nilai Kristen dalam keluarganya adalah terjadinya kesinambungan pembentukan karakter Kristus dalam diri murid. Resiko yang mungkin bisa terjadi bila tidak ada sekolah yang isinya benar-benar Kristen adalah hilangnya nilai-nilai Kristen yang sudah ditanamkan sejak dini dalam keluarga karena pengaruh lingkungan sekolah yang tidak Kristen tadi. Nilai-nilai Kristen yang sudah ditanamkan di keluarga semakin lama akan mengalami erosi karena lingkungan sekitarnya tidak memberi pengaruh yang baik sesuai Firman Tuhan.
          Oleh sebab itu dibutuhkan sekolah-sekolah yang isinya benar-benar Kristen agar kesinambungan pembentukan nilai-nilai Kristus terus ada, terjaga, dan bertumbuh yang akhirnya bisa menghasilkan jiwa-jiwa yang hidupnya selalu fokus kepada Kristus. Sehingga, kelak murid tersebut menjadi manusia yang memiliki hikmat. Artinya, dia mengetahui dan melakukan yang terbaik dalam segala hal sesuai dengan Firman Tuhan.
          Inilah, yang menjadi kerinduan kita sebagai anak-anak Tuhan untuk melaksanakan maksud dari FirmanNya yang terdapat dalam Matius 28 : 19-20a : “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.”
          Kita yang telah lahir baru dan memiliki kerinduan untuk melayani, mari kita melakukan Amanat Agung Allah itu dengan menjalankan misi Kekristenan di sekolah kita masing-masing. Membangun kultur yang Kristiani di lingkungan sekolah. Membangun pribadi-pribadi unik untuk menjadi serupa dengan Kristus.



Pendidikan Kristen
          Berbicara tentang pendidikan berarti membicarakan sebuah dimensi yang berisikan interaksi antarmanusia yang saling mempengaruhi. Pengaruh itu akan memberikan suatu perubahan dalam diri seseorang yang ada di dalamnya. Perubahan-perubahan itu dapat berupa perubahan sikap, mental, pengetahuan, spiritual, cara berpikir, penguasaan teknologi, dan keterampilan. 
           Pendidikan bisa berlangsung di mana saja. Pendidikan bisa berlangsung di keluarga, sekolah, dan di dalam masyarakat. Salah satu unsur pendidikan yaitu adanya pendidik dan anak didik/peserta didik. Di mana ada proses mempengaruhi dalam sebuah interaksi antara pendidik dan anak didik maka pendidikan sedang terjadi di sana.
          Di dalam keluarga, orang tua adalah sebagai pendidik. Sedangkan, anak-anak mereka adalah peserta didik. Orang tua akan berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Misalnya, mengajarkan dan mendidik anak-anak mereka tentang berbagai pengetahuan, mengajarkan bagaimana menggunakan teknologi dengan benar, melatih keterampilan, cara bersikap, menumbuhkan mental yang kuat, dan pengembangan wawasan spiritual. Bagi keluarga yang menyadari arti penting sebuah pendidikan, maka orang tua akan berusaha melakukan proses pendidikan yang baik dan benar kepada anak-anaknya supaya mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia berkompeten, baik secara jasmani maupun rohani.
          Di dalam keluarga Kristen, semua hal yang terjadi dalam proses mempengaruhi tersebut dilandaskan kepada Kristus dan Firman Tuhan. Tuhan Yesus dan Firman-Nya adalah satu-satunya pondasi ketika orang tua melakukan proses pendidikan di dalam keluarga. Orang tua mengajarkan berbagai pengetahuan dengan benar kepada anak-anaknya, mengajarkan penggunaan teknologi secara bertanggung jawab dan benar sesuai dengan Firman Tuhan, melatih keterampilan untuk mengembangkan talenta yang dberikan oleh Tuhan, membentuk cara bersikap yang baik dan benar sesuai Alkitab, menumbuhkan mental yang kuat dan baik, serta menanamkan nilai-nilai Kristiani yang Alkitabiah dalam hidup mereka. Pendidikan Kristen dalam keluarga memiliki tujuan agar semua anggota keluarga mampu berpikir, bersikap, dan bertindak mencerminkan nilai-nilai Kristiani yang Alkitabiah. Fokus utama adalah memuliakan Tuhan melalui kesaksian hidup dan pelayanan.
          Tidak di semua keluarga-keluarga Kristen terjadi proses pendidikan yang benar-benar Kristiani. Ada hal-hal yang menyimpang dan tidak sesuai dengan pengajaran Firman Tuhan. Misalnya bagaimana orang tua bisa melarang anak-anaknya tidak melihat film tentang pornografi tetapi mereka menyimpan majalah atau film tentang pornografi di dalam kamar tidur mereka. Orang tua mengajarkan kepada anak-anaknya tentang berbicara yang sopan dan menghargai orang lain, tetapi mereka marah-marah dan membentak-bentak pembantu yang melakukan kesalahan. Orang tua meminta anak-anaknya rajin ke gereja tetapi mereka malas pergi ke gereja.
          Efesus 6:4 mengatakan,”Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.”
          Seperti yang dikatakan Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus, bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anaknya sesuai dengan ajaran dan nasihat Tuhan. Nasihat Tuhan itu adalah Firman-Nya di dalam Alkitab. Maka, orang tua di dalam mendidik anak-anaknya harus berdasarkan Firman Tuhan.
          Anak-anak harus dididik berdasarkan Firman Tuhan agar pada masa tuanya tidak akan menyimpang dari jalan Tuhan (Amsal 22:6). Dan, orang tua akan merasa tenteram dan sukacita karena anak-anak mereka menjadi orang-orang yang benar di mata Tuhan (Amsal 29:17).
          Sekolah, merupakan lingkungan pendidikan yang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan keluarga. Kalau di dalam keluarga interaksi yang terjadi terbatas pada anggota keluarga. Sedangkan, di sekolah interaksi yang terjadi tidak hanya antara guru dan murid saja tetapi juga dengan warga sekolah yang lain. Banyak manusia dengan berbagai karakter dijumpai oleh seorang murid di lingkungan sekolah dibandingkan dalam keluarga. Proses saling mempengaruhi ini akan memberikan akibat yang besar baik secara positif maupun negatif bagi seorang murid. Bagi seorang murid yang sejak dari pendidikan di dalam keluarganya memegang teguh nilai-nilai Kristiani yang Alkitabiah, bisa saja akan mengalami perubahan-perubahan yang negatif bila di lingkungan sekolah tidak ditemukan pembelajaran-pembelajaran yang Alkitabiah. Oleh karena itu, dibutuhkan sekolah-sekolah Kristen yang dapat menampung mereka supaya terjadi kesinambungan misi Kristiani tersebut. Disamping itu, sekolah-sekolah Kristen juga memperhatikan murid-murid yang belum percaya Kristus.
          Sekolah Kristen hendaknya dipersiapkan dan dikelola sedemikian rupa berdasarkan nilai-nilai Kristiani yang Alkitabiah. Kristus dan Firman Tuhan ditempatkan yang paling utama dan segala-galanya. Mulai dari kurikulum sampai sumber daya manusianya. Mulai dari visi misi sampai out put yang akan dihasilkan nanti. Mulai dari yayasan sampai karyawan kebersihan. Lingkungan sekolah harus benar-benar diciptakan secara kondusif mendukung proses pendidikan secara Kristen tersebut. Semua manusia yang terlibat di dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah benar-benar memahami visi misi dan tujuan dari sekolah Kristen. Sikap dan perilaku individu-individu di dalamnya harus mencerminkan nilai-nilai Kristiani yang sesuai dengan Firman Tuhan. Nilai-nilai Kristiani yang Alkitabiah benar-benar ditanamkan secara baik kepada murid-murid. Guru-guru dan warga sekolah yang lain mampu memberi teladan yang baik sesuai dengan teladan Kristus. Pendidikan Kristen di sekolah Kristen bertujuan menghasilkan murid-murid yang takut akan Tuhan, memiliki cara pandang Alkitabiah dalam hidup mereka, memahami arti hidup yang kekal, mampu melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai anak-anak Allah, memiliki jiwa yang melayani, dan menjaga kekudusan hidupnya untuk kemulian Tuhan.
          Sangat disayangkan, ada juga sekolah Kristen yang telah kehilangan nilai-nilai Kristiani dalam proses pendidikannya. Kurikulum sampai pengembangan sumber daya pendukung yang lain dioptimalkan hanya untuk mengejar prestasi sekolah, cenderung sekulerisme, dan materialistis. Misi Kristiani telah kehilangan arah. Pendidikan hanya dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang bersifaat sesaat dan tidak kekal. Misalnya, mencetak murid-murid yang pandai tetapi karakter rohaninya buruk dan tidak punya sopan-santun, memberi fasilitas yang sangat lengkap tetapi sikap sombong menjadi-jadi, merasa sekolahnya yang paling hebat sedangkan sekolah lain tidak hebat, merasa bahwa jerih payah harus dihargai dengan materi, ibadah hanya sekadar rutinitas, tidak ada rasa peduli dan menghargai orang lain, kurang adanya keteladanan Kristus oleh guru-guru terhadap murid-murid, dan murid-murid menjadi kurang ajar.
          Amsal 1:1-7 memiliki tujuan yang mulia di dalam mendidik orang-orang muda. Murid-murid di sekolah merupakan orang-orang muda yang memerlukan didikan yang benar sesuai Firman Tuhan. Nilai-nilai mulia yang seharusnya menjadi bagian dari sebuah proses pendidikan ditemukan di Amsal ini, seperti hikmat, kepandaian, kebenaran, keadilan, kejujuran, kecerdasan, pengetahuan, dan  kebijaksanaan.
          Melalui Amsal ini, jelas dunia pendidikan di sekolah Kristen harus membangun karakter-karakter Kristus ke dalam pribadi murid-murid. Sekolah Kristen tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi saja tetapi memasukkan Firman Tuhan dalam setiap proses pembelajaran.
          Murid-murid yang sejak awal sudah dididik dengan pendidikan Kristen yang benar, kelak akan menjadi manusia yang terbangun dengan pribadi yang seutuhnya. Artinya, mereka disamping memiliki kepandaian secara ilmu dunia namun juga menjadi orang-orang yang takut Akan Tuhan dan memiliki hidup yang selalu memuliakan Tuhan lewat karya dan pekerjaannya sehingga karya dan pekerjaan itu berguna bagi orang lain. Dan, orang lain juga bisa merasakan karya Allah melalui dirinya dan menjadi serupa dengan Kristus.
          Memang merupakan perjuangan yang sangat berat tetapi ini adalah bagian dari tujuan Allah menciptakan manusia yaitu supaya manusia memuliakan Tuhan. Tidak akan pernah sia-sia segala upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memuliakan Tuhan. Tuhan akan selalu menolong dan akan membuat mujizat yang luar biasa dalam hidup anak-anak-Nya yang memang benar-benar memuliakan Tuhan melalui hidup dan pelayanannya.
          Gereja merupakan bagian dari masyarakat. Gereja juga memegang peranan penting dalam melakukan sebuah proses pendidikan. Proses pendidikan yang terjadi adalah interaksi antara pelayan-pelayan Tuhan seperti pendeta, penginjil, guru sekolah minggu, majelis, dan pengurus komisi dengan jemaat gereja.  
          Jemaat gereja berasal dari berbagai keluarga-keluarga. Keluarga-keluarga itu tentunya memiliki karakter yang berbeda-beda. Pola pendidikan yang dilakukan oleh orang tua dalam keluarga-keluarga itu tentunya juga berbeda. Disinilah, peran gereja untuk melakukan Amanat Agung Allah dan menjalankan misi Kekristenan. Pelayan-pelayan Tuhan harus benar-benar memahami perannya masing-masing. Gereja harus menjelaskan kepada jemaat bahwa tanggung jawab melaksanakan Amanat Agung Allah tidak di tangan orang-orang atau pendeta yang mengerti dan belajar teologia. Namun, setiap pribadi termasuk keluarga-keluarga memiliki tanggung jawab itu.
          Meskipun demikian, masih ada jemaat gereja yang tidak memahami maksud tugas dari Amanat Agung Allah. Mereka beranggapan bahwa semua itu adalah tanggung jawab pendeta atau gereja. Pendidikan kerohanian diserahkan kepada gereja atau sekolah yang mengajar pendidikan agama. Jemaat atau keluarga-keluarga berpikir sudah menjadi peran gereja untuk melakukan tugas misi Kekristenan, jemaat atau keluarga hanya membantu sekadarnya.
          Nilai-nilai pendidikan yang diajarkan oleh Alkitab jelas memiliki tujuan yang mulia. Alkitab mengajarkan nilai-nilai mulia yang secara mendasar menjadi bagian dari kehidupan setiap manusia. Alkitab mengajarkan bagaimana seseorang harus mengasihi, membawa suka cita bagi orang lain, pembawa damai sejahtera, memiliki kesabaran, punya kemurahan hati dan tidak pendendam, memiliki kebaikan bagi siapa saja dan di mana saja, punya kesetiaan dan kelemahlembutan serta mampu membawa dan mengendalikan dirinya pada situasi apa saja. Semua ini sebenarnya menjadi tanggung jawab setiap manusia. Tetapi, sayangnya masih ada yang beranggapan bahwa semuanya adalah tanggung jawab rohaniwan.
          Tuhan menginginkan bahwa gereja termasuk jemaatnya yang merupakan bagian dari masyarakat luas, memahami akan tanggung jawab ini karena mengajarkan dan mendewasakan manusia melalui didikan yang benar dan Alkitabiah adalah bagian dari melakukan Amanat Agung Allah.
          Pendidikan Kristen baik di keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam hal ini adalah gereja merupakan pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai Firman Tuhan dalam segala aspek melalui proses-proses pembelajaran yang Alkitabiah supaya orang lain yang belajar juga memiliki hidup menjadi serupa dengan Kristus dan memuliakan Allah.

Tujuan Pendidikan Kristen
           Pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan anak didik supaya memiliki kemampuan dalam aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Membekali anak didik dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan perkembangan kedewasaannya sehingga mereka mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau siap terjun di dunia pekerjaan atau di tengah-tengah masyarakat.    
          Pendidikan Kristen berarti suatu proses mempersiapkan anak didik berdasarkan Firman Tuhan supaya mereka memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang serupa dengan Kristus. Dengan kompetensi-kompetensi yang dimiliki tersebut, mereka dapat memuliakan Tuhan melalui hidup dan karyanya yang bermanfaat bagi orang lain serta berkenan kepada Tuhan.
          Oleh karena itu, tujuan dari pendidikan Kristen adalah menghasilkan manusia-manusia yang hidupnya menjadi serupa dengan Kristus melalui pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimilikinya.
         
Apa kata Alkitab?
          Hal-hal penting dalam Alkitab yang menjadi perhatian di dalam menyikapi tujuan yang sebenarnya dari sebuah pendidikan Kristen, yaitu:
1.       Kasihilah Allah dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
2.       Tentang buah-buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. (Galatia 5:22-23)
3.       Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu. (Amsal 22:6)
4.       Amsal 1:2-7 : (2) untuk mengetahui hikmat dan didikan, untuk mengerti kata-kata yang bermakna; (3) untuk menerima didikan yang menjadikan pandai, serta kebenaran, keadilan dan kejujuran; (4) untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda; (5) baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan; (6) untuk mengerti amsal dan ibarat, perkataan dan teka-teki orang bijak; (7) takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.
          Berdasarkan Firman Tuhan di atas, jelas bahwa Alkitab merupakan sumber yang paling utama dalam menyelenggarakan sebuah pendidikan Kristen. Begitu baik dan sempurna nilai-nilai yang diajarkan oleh Alkitab. Semua aspek yang harus dimiliki oleh seorang murid/manusia telah dijelaskan dan ditunjukkan dengan mudah di dalam Alkitab.
          Alkitab banyak mengajarkan bagaimana sebuah pendidikan Kristen yang sebenarnya harus terjadi di sekolah-sekolah Kristen. Alkitab juga memberitahukan bagaiman seharusnya sekolah Kristen mengisi proses pembelajaran yang terjadi di dalamnya mengarah kepada sudut pandang Allah.
          Pendidikan yang berdasarkan Alkitab adalah sesuatu yang baik karena :
1.      Alkitab mengajarkan supaya manusia mengasihi Allah dan sesamanya manusia dengan segenap jiwa dan raganya. Hal ini mengandung arti, setiap manusia harus mengasihi dan taat kepada Tuhan. Manusia harus juga mengasihi manusia yang lain seperti kepada dirinya sendiri. Hal ini juga mengajarkan untuk peduli kepada orang lain, suka menolong, dan rela berkorban bagi manusia lain yang membutuhkan bantuan.
2.      Alkitab mengajarkan agar manusia memiliki karakter, seperti mengasihi, pembawa damai sejahtera, sabar, murah hati, baik, setia, lemah lembut, dan mampu mengendalikan diri pada situasi apa pun.
3.      Alkitab mendidik manusia supaya memiliki kepandaian, kecerdasan, kebenaran, kejujuran, dan memiliki hikmat.
4.      Alkitab memberitahukan bahwa manusia harus takut akan Tuhan karena Dialah yang berkuasa atas semua pengetahuan.
          Masalah-masalah yang terjadi di dunia pendidikan dimiliki oleh sekolah-sekolah, begitu juga dengan sekolah Kristen. Namun, sekolah Kristen harus mampu menghindari masalah-masalah tersebut supaya nilai-nilai Kristen yang diajarkan atau sudah menjadi value tidak berangsur-angsur hilang.
          Sekolah-sekolah Kristen jangan sampai kehilangan visi dan misi Kristennya akibat gara-gara mengejar tujuan akademik saja. Tidak memperkerjakan guru-guru dan karyawan lainnya yang integritas rohaninya rendah serta jiwa pelayanannya yang lemah. Jangan sampai pelayanan yang diberikan oleh guru-guru dan karyawan hanya berorientasi kepada uang atau materi saja, bukan kepada bagaimana memuliakan Tuhan melalui tugas dan tanggung jawab pendidikan yang dipikulnya.
          Namun, sekolah Kristen harus menjadi tempat yang menyenangkan bagi murid-murid, guru-guru, dan karyawan dalam melakukan interaksi antara yang satu dengan lainnya yang saling mempengaruhi berdasarkan nilai-nilai Firman Tuhan. Mereka saling bertumbuh dan membangun kedewasaan Iman supaya mampu bertumbuh serupa dengan Kristus.
         
         

         
         

Selasa, 21 Desember 2010

MELAYANI DENGAN TOTAL

Sebuah Kesaksian

Suatu Tanda
       Awalnya, saya bukanlah orang yang percaya Tuhan Yesus. Saya seorang muslim. Siapa itu Yesus? Apa dan bagaimana Kristen itu? Saya tidak mengenal sama sekali.
       Saya hidup di dalam keluarga muslim yang taat beribadah. Namun, juga menghormati agama orang lain. Semasa kecil, saya senang kalau melihat orang-orang yang sedang merayakan suatu acara (Baru tahu acara Natal setelah menjadi orang Kristen) di gereja. Mengapa? karena saya mendapat pembagian kue, permen, dan kalender. Kebetulan di dekat rumah saya ada gereja dan masjid sebagai tempat saya kalau sholat. Saya suka kalau bermain-main di dekat gereja, tidak tahu apa penyebabnya.
       Suatu hari, saya bermain dengan cucu tetangga samping rumah yang kebetulan orang  Belanda dan keluarga Kristen. Di atas pintu bagian dalam rumah itu ada patung kecil yang menggambarkan orang sedang terlentang. Saya tidak tahu itu patung apa.
       Waktu itu permainan kami adalah membuat gulungan kertas kecil-kecil atau memakai batu kerikil kemudian melemparkan ke arah patung tersebut. Tujuan kami adalah seperti lomba, siapa lemparannya tepat mengenai patung itu  dialah yang menang atau merasa senang sekali karena lemparannya mengenai patung tersebut. Meskipun, kami tidak memperebutkan hadiah.
       Di kesempatan lain juga, semasa saya masih kecil, saya pernah ditawari seorang Ibu yang memakai baju putih di halaman gereja dekat rumah saya, mengajak untuk ikut datang ke gereja ikut kegiatan. Saat itu saya langsung menjawab : ya saya akan ikut. Tetapi, saya lupa dan tidak pernah menepati janji saya kepada Ibu tersebut.

Menerima Dengan Terbuka
       Pertama mulai mengenal kekristenan adalah melalui istri saya. Waktu itu kami belum kenal dan kebetulan satu tempat sama-sama menjadi guru di sekolah umum di Surabaya. Saat itu saya mulai belajar banyak tentang orang Kristen. Termasuk ajaran kasihNya itu.
       Dengan berjalannya waktu, saya semakin suka dengan orang Kristen yang terlihat penuh kasih dan damai. Atau, mungkin juga kebetulan saya punya bibi yang keluarganya Khatolik, dan saya lihat kehidupan mereka juga baik. Semua ini yang membuat saya langsung “jatuh cinta” pada kekristenan dan langsung menyatakan ingin masuk Kristen. Semua meluncur begitu saja tanpa hambatan. Keluarga saya sendiri pun menyerahkan pilihan itu sepenuhnya kepada saya dengan catatan dilakukan dengan sungguh-sungguh. Bulan Desember 1992 saya dibaptis. Saya menerima dan menyatakan iman kepada Yesus Kristus. September 1993 saya menikah dan dikaruniai anak pertama pada September 1994.
       Pada masa itu pengenalan diri saya akan Alkitab, saat teduh, berdoa, dan lagu pujian masih sangat sedikit. Saya seperti orang asing yang baru memasuki tempat yang baru. Terasa canggung dan aneh, meskipun sebelum dibaptis saya sering pergi ke gereja dan mengikuti katekisasi.
       Saya masih mengajar di sekolah umum tersebut, sedangkan istri saya sudah kembali ke orang tuanya di luar kota untuk membantu pelayanan di gereja sebagai Pendeta Pembantu, di samping itu juga mengajar di sekolah umum. Pada saat itu saya masih kuliah sambil bekerja dan menghidupi keluarga dengan penghasilan yang sangat minim. Mungkin bisa dibayangkan apa bisa bertahan dengan penghasilan sebulan 100 ribu dari sekolah dan 125 ribu dari honor memberikan les private dipakai untuk membiayai kuliah, untuk kebutuhan keluarga, dan kebutuhan sendiri.     
       Di tempat saya mengajar ini, saya merasakan ada beberapa teman yang kurang setuju dengan pilihan saya menjadi orang Kristen. Namun, mereka tetap menghormati saya. Pada suatu saat saya berfikir, pertumbuhan iman saya tidak akan berkembang dengan baik kalau saya di sekolah ini terus yang merupakan sekolah umum. Dan, saya tidak bisa secara optimal belajar tentang kekristenan. Saya rindu suatu saat saya harus mengajar di sekolah Kristen.
      
Panggilan Tuhan : “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Aku yang memilih kamu.
       Saya suka dengan kalimat dalam ayat Alkitab, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Aku yang memilih kamu.”
       Kalimat ini yang memotivasi saya untuk menjadi orang Kristen yang baik dan terus belajar mengenal lebih dekat siapakah “Juru Selamat Saya.” Dan, saya meyakini bahwa kehidupan yang saya alami merupakan anugerah dari Tuhan Yesus. Tuhan Yesus telah memanggil saya kembali untuk datang kepadaNya dan melayaniNya tatkala saya mengabaikan panggilanNya kurang lebih 18 tahun.
       Tuhan Yesus tidak tanggung-tanggung memanggil saya. Saya ditempatkan di sebuah keluarga Hamba Tuhan. Mertua saya adalah seorang Pendeta. Sepertinya, Tuhan Yesus ingin agar saya mengalami pertumbuhan iman tidak setengah-setengah tetapi total. Banyak hal yang saya pelajari bagaimana menjadi orang Kristen.
       Dari sini, saya mulai belajar mengenal pelayanan. Belajar berdoa yang benar, memimpin doa, belajar menyampaikan Firman, belajar menyanyi lagu-lagu pujian, dan nilai-nilai kristiani dalam kehidupan orang percaya. Semua ini semakin menguatkan saya bahwa Tuhan Yesus punya rencana dalam hidup saya.
       Tahun 1997, dua tahun setelah menyelesaikan kuliah, saya diterima bekerja di sebuah sekolah Kristen di Surabaya. Tantangan yang diberikan kepada saya adalah melayani dengan total di sekolah itu sebagai guru fulltime. Saya menerima tantangan tersebut. Saya melepas les private yang saat itu masih saya lakukan, padahal les private itu cukup membantu kebutuhan saya. Dan, saya juga keluar dari sekolah yang lama. Seperti harapan saya bahwa saya harus mengajar di sekolah Kristen, inilah yang membuat saya tidak khawatir dengan kebutuhan hidup saya dan keluarga saya. Saya hanya meyakini bahwa Tuhan Yesus akan memelihara saya.
      
Perkara Kecil Berganti Dengan Perkara Besar
       Selama 10 tahun saya menjadi guru dan Wakil Kepala Sekolah di sekolah Kristen tersebut merasakan campur tangan Tuhan Yesus begitu luar biasa pada kehidupan pelayanan saya dan sekolah ini. Saya merasakan bagaimana sekolah ini diberkati oleh Tuhan Yesus, mulai dari murid berjumlah puluhan menjadi ratusan. Mulai dari guru berjumlah kurang dari 10 orang menjadi lebih dari 30 orang. Mulai dari sekolah ini belum dikenal orang sampai dikenal orang. Semua berjalan oleh kuasa dan penyertaan Tuhan Yesus sendiri.
       Tahun 2008, Tuhan Yesus memberi kepercayaan kepada saya sebagai Kepala Sekolah. Mandat dan amanat ini saya terima sebagai wujud komitmen saya pada pelayanan, yaitu pendidikan Kristen.
       Saya punya prinsip bahwa lakukan pekerjaan yang terbaik untuk menghasilkan yang terbaik juga, meskipun orang lain tidak melihat itu sebagai hal yang terbaik. Namun, Tuhan Yesus melihat dan menghargai apa yang saya kerjakan, sekecil apa pun. Karena kita melakukan bukan untuk menyenangkan manusia tetapi memenuhi apa yang menjadi keinginan Tuhan Yesus. Itulah mengapa saya diciptakan olehNya.
       Saya sadar bahwa menjadi pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar. Namun, kecil atau besar ukuran tanggung jawab jangan dilihat dari sudut pandang kita. Tetapi, seberapa besar kita melibatkan Tuhan Yesus dalam pekerjaan kita.
      
Beberapa kalimat prinsip :
1.    Lakukan pekerjaanmu dengan sukacita meskipun engkau merasa berat.
2.    Pekerjaan berat terasa ringan apabila engkau melakukannya dengan tulus.
3.    Ketulusan muncul dari hati yang paling dalam.
4.    Hati yang paling dalam adalah sumber kehidupan apabila Tuhan Yesus ada di dalamnya.
5.    Tuhan Yesus ada di dalam sumber kehidupan bagi siapa saja yang mau mendengarkan Dia.
6.    Sumber kehidupan adalah Dia sendiri dan berkuasa atas segala-galanya.
7.    Maka, jangan pernah menganggap dirimu besar karena yang membuat engkau merasa besar adalah kesombonganmu.


Semoga kesaksian ini menjadi berkat