Kamis, 03 Februari 2011

SEKOLAH KRISTEN DAN TANTANGANNYA
Oleh : Yudiono

A.      Perkembangan Sekolah
          Berdasarkan data Departemen Pendidikan Nasional, tahun 2008, jumlah sekolah formal di Indonesia yakni ada 1.455 Sekolah Luar Biasa (SLB), 144.567 Sekolah Dasar (SD), 26.277 Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 10.239 Sekolah Menengah Atas (SMA). Jumlah sekolah tersebut terdiri dari sekolah pemerintah atau sekolah negeri dan sekolah swasta. Sedangkan sekolah swasta terdiri dari sekolah yang diselenggarakan oleh yayasan Kristen dan yayasan non Kristen. Dari data tersebut bisa diketahui bahwa jumlah sekolah Kristen tidak banyak.
          Murid-murid yang beragama Kristen selain bersekolah di sekolah Kristen ada juga yang bersekolah di sekolah negeri atau swasta umum lainnya. Kemungkinan yang menyebabkan anak-anak yang beragama Kristen tidak bisa masuk ke sekolah Kristen adalah daya tampung kelas yang terbatas dan biaya sekolah yang mahal. Atau kemungkinan juga sekolah Kristen belum memiliki program untuk menjangkau anak-anak Kristen yang secara ekonomi kurang mampu.
          Kenyataan di lapangan adalah ada sekolah Kristen yang kalah bersaing dengan sekolah negeri, sekolah Islam, dan sekolah swasta umum yang lain sehingga sekolah tersebut harus gulung tikar alias tutup. Hal ini mungkin saja disebabkan kurangnya perhatian yayasan atau pihak gereja terhadap sekolah. Kemungkinan yang lain yakni disebabkan berdirinya sekolah-sekolah negeri yang baru sehingga orang tua lebih memilih sekolah negeri, meskipun pendidikan kerohanian Kristen sangat minim diberikan. Tetapi, itulah resiko yang terjadi. Kondisi ini harus disikapi sungguh-sungguh dan serius oleh sekolah-sekolah Kristen yang masih ada saat ini.

B.      Jati Diri Sekolah Kristen
          Sekolah adalah suatu lingkungan belajar bagi peserta didik. Sekolah berfungsi membantu peran orang tua dalam mendidik anak karena keterbatasan orang tua. Lingkungan belajar yang baik akan banyak membantu terciptanya proses pembelajaran yang baik pula. Oleh karena itu, lingkungan belajar harus benar-benar diciptakan untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Mendidik tidak hanya sekadar mengembangkan kemampuan kognitif saja, tetapi juga mengembangkan kemampuan yang lain seperti sosial, mental, dan spiritual.
          Sekolah Kristen adalah sekolah yang berbasiskan pendidikan Kristen untuk peserta didiknya. Lingkungan belajar di sekolah Kristen hendaknya diciptakan sedemikian rupa untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan yaitu pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai kristiani. Sekolah Kristen harus memiliki jati diri yang jelas agar tetap disebut sekolah Kristen.         
Beberapa hal yang menjadi jati diri sekolah Kristen :
1.       Pendidikan untuk memuliakan Allah
Jika Allah adalah realitas tertinggi, yang awal dan yang akhir, maka tidak diragukan lagi Sekolah Kristen tentunya hadir untuk memperkenalkan pribadi Allah kepada anak didik.

2.       Membantu anak didik menerima dirinya
Sekolah Kristen terpanggil membimbing anak didik memahami dirinya sebagai ciptaan luhur, mulia namun terbatas. Ia merupakan makhluk berkepribadian dengan keunikannya. Anak didik juga perlu menerima dirinya sebagai makhluk terbatas.

3.       Mengajarkan pengetahuan holistik
Sekolah Kristen hadir dan berkarya untuk membimbing anak didik ke dalam pengetahuan yang sifatnya holistik, dalam arti mencakup pengetahuan ilahi juga pengetahuan rasional dan empiris. Selain mempelajari berbagai pengetahuan dari buku-buku atau alat dan sumber belajar lainnya, Sekolah Kristen harus juga membimbing anak didik mempelajari Alkitab yang memberi pengetahuan iman kepadanya. Mempelajari Alkitab untuk lebih mengenal Yesus Kristus, sumber pengetahuan ilahi.

4.       Menjadi wadah pertumbuhan nilai hidup
Sekolah Kristen merupakan wadah persemaian nilai-nilai hidup, moralitas kebajikan atau karakter mulia. Anak didik tidak saja diarahkan dan dibentuk supaya pintar secara rasional-kognitif, melainkan cerdas secara moral dan etis, secara sosial, juga secara estetis.

Anak didik tidak hanya dibina supaya terampil berhitung, membaca, menulis, tetapi juga mampu mengasihi dan bekerjasama dengan teman-temannya. Sekolah Kristen terpanggil untuk mengajarkan dan menerapkan nilai-nilai hidup seperti kejujuran, disiplin, tanggung jawab, kasih, kesetiaan, kemurahan, keramahan, kebaikan, dan kebajikan.

5.       Berkarya dengan sikap melayani
          Sekolah Kristen harus mendidik dan mengajar dengan hati yang melayani, dan hati kehambaan seperti Yesus Guru Agung. Sekolah Kristen menghadapi anak didik yang memiliki hati dan jiwa, yang menjadi pusat kehidupannya, mempengaruhi pola pikir, kompetensi dan perbuatannya.

          Sekolah Kristen jika hadir dan berkarya sebagai rencana Allah, maka harus mengandalkan hikmat dan kasihNya supaya kehendakNya dinyatakan dalam kehidupan warga sekolah. Sekolah Kristen harus terus bersyukur atas kesempatan yang terbuka menjadi berkat, menjadi bagian dari kehidupan anak didik.

C.      Tantangan Yang Dihadapi Sekolah Kristen : Profesionalisme Guru
          Institusi pendidikan zaman ini ditantang berkarya lebih keras untuk mempersiapkan anak didik yang kompeten dalam kehidupan dan karyanya kelak. Sekolah Kristen hidup dan berkarya di era global yang menekankan efektifitas dan efisiensi.
          Oleh karena itu, tugas dan panggilan guru menjadi sangat penting. Guru dituntut terus untuk meningkatkan profesionalismenya agar dapat tampil lebih profesional. Tantangan-tantangan yang dihadapi guru-guru Kristen akan semakin berat dengan berkembangnya dunia pendidikan.
Tantangan-tantangan itu antara lain:
1.             Menjaga Identitas Guru Kristen
       Guru Kristen adalah guru yang percaya dan mengakui Yesus Kristus, Allah yang menjadi manusia, Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadinya, yang mengampuni dosa-dosanya, telah membenarkan dirinya di hadapan Allah karena kasih karunia dan rahmat yang sangat besar, serta memberikan kedudukan yang pasti di sorga kelak. Guru Kristen memiliki kepastian keselamatan dalam Yesus Kristus yang diterimanya oleh iman.
       Guru Kristen adalah pribadi yang didiami oleh Roh Allah. Hadirnya Roh Allah akan mengubah kehidupan dan karakter. Guru Kristen mengandalkan kuasaNya dalam kehidupan sehari-hari.

2.             Menjaga Pemahaman Akan Profesionalitas
       Memiliki sikap profesional dalam pekerjaan sebagai falsafah atau ideologi merupakan hal yang penting. Profesional dapat berarti negatif apabila menjadikan pekerjaan di atas segala-galanya. Pekerjaan seolah-olah menjadi dasar dan ukuran harga diri yang sesungguhnya.
       Profesional yang positif berarti mengakui apa yang dikerjakannya. Menekuni apa yang diperbuatnya. Usaha yang dilakukan difokuskan untuk mengembangkan mutu profesinya. Seorang profesional diakui kualitas kerjanya, handal, cekatan, terampil, kompeten, dan sadar terhadap apa yang dikerjakan, tahu manfaat, nilai atau maknanya, serta paham bagaimana melakukan dengan efektif dan efisien.

3.             Menjaga dan Mengembangkan Kompetensi
       Guru yang profesional di samping memiliki prinsip-prinsip profesional, juga dapat dilihat melalui kualifikasi kompetensi yang dimiliki.
       Dalam UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 10, bahwa kompetensi guru terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
a.      Kompetensi Pedagogik
·      Memahami karakteristik anak didik.
·      Memahami latar belakang dan kebutuhan belajar.
·      Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar anak didik.
·      Memfasilitasi pengembangan potensi anak didik.
·      Menguasai teori dan prinsip belajar.
·      Mengembangkan kurikulum.
·      Merancang pembelajaran yang mendidik.
·      Melaksanakan pembelajaran yang mendidik.
·      Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b.      Kompetensi Kepribadian
·      Memiliki penampilan pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
·      Memiliki penampilan pribadi yang berakhlak mulia dan teladan.
·      Mampu mengevaluasi kinerja sendiri.
·      Mengembangkan diri secara berkelanjutan.
c.       Kompetensi Sosial
·      Mampu berkomunikasi secara efektif dan empatik.
·      Memberikan kontribusi terhadap pengembangan pendidikan
·      Memakai ICT untuk komunikasi dan mengembangkan diri.
d.      Kompetensi Profesional
·      Menguasai substansi mata pelajaran dan metodologi keilmuannya.
·      Menguasai struktur dan materi kurikulum mata pelajaran.
·      Menguasai dan memanfaatkan ICT dalam pembelajaran.
·      Mengorganisasi materi kurikulum mata pelajaran.
·      Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui PTK.

4.             Meningkatkan Kualifikasi Akademik
       Dalam UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 9, bahwa wajib memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau program diploma empat (D4).
       Masih banyak guru-guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1. Sedikit sekali yang berkeinginan studi lanjut ke S2 atau bahkan S3. Mungkin dengan alasan tidak ada biaya, tidak ada waktu, tidak mampu otaknya atau memiliki pendapat dengan S1 saja sudah cukup untuk mengajar.
       Kalau diperhatikan, guru-guru di sekolah-sekolah di luar Sekolah Kristen terus berpacu untuk melanjutkan pendidikan ke S2 atau S3 guna meningkatkan kualitas akademik mereka. Yang perlu menjadi contoh bagi guru-guru Kristen adalah semangat untuk belajar guna meningkatkan kemampuan.

D.      Menjawab Tantangan
          Hal-hal yang bisa dilakukan oleh guru-guru Kristen dalam menghadapi tantangan kondisi perkembangan pendidikan sekarang ini antara lain:
1.       Meresponi kasih Kristus dan sebagai pondasi pelayanan.
2.       Memiliki relasi yang bertumbuh dengan Kristus.
3.       Diubahkan melalui pembaharuan akal budi.
4.       Mengaplikasikan cara pandang pendidikan yang berpusat pada Kristus.
5.       Menolong murid mengasihi Allah dan mempengaruhi dunia bagiNya.
6.       Mengembangkan kurikulum yang dipahami murid dan mengaplikasikan perspektif Alkitabiah dalam isi dan keahlian mata pelajaran.
7.       Merancang dan mengimplementasikan rencana unit agar murid memahami dan mengaplikasikan perspektif Alkitabiah dalam isi dan keahlian mata pelajaran.
8.       Merancang dan mengimplementasikan rencana pelajaran agar murid memahami dan mengaplikasikan perspektif Alkitabiah dalam isi dan keahlian mata pelajaran.
9.       Melakukan kolaborasi dengan guru-guru lain untuk meningkatkan aplikasi perspektif Alkitabiah murid dalam isi dan keahlian mata pelajaran.
10.     Meningkatkan keterampilan dan kemampuan yang menunjang profesionalitas melalui seminar/lokakarya/pelatihan/worshop/studi lanjut.
11.     Mengembangkan kepemimpinan yang melayani.
12.     Membangun harmonisasi relasi dengan sesama.

          Janji pendidikan adalah memberikan jawaban atas segala kebutuhan melalui kombinasi pelatihan, pengajaran, dan pengasuhan yang tepat. Guru mempunyai peran yang sangat penting untuk memenuhi janji pendidikan tersebut. Lebih-lebih pada lembaga pendidikan Kristen, seorang guru Kristen dituntut banyak dan lebih dari guru-guru di sekolah sekuler karena guru Kristen membawa misi Allah. Oleh karena itu, profesionalitas Kristen harus dimiliki oleh guru-guru Kristen.

         
         

         
         
         




Sabtu, 25 Desember 2010

PENILAIAN KELAS

A.     PENGERTIAN
      Penilaian kelas merupakan suatu kegiatan guru yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran tertentu. Untuk itu, diperlukan data sebagai informasi yang diandalkan sebagai dasar mengambil keputusan. Keputusan tersebut berhubungan dengan sudah atau belum berhasilnya peserta didik dalam mencapai suatu kompetensi. Penilaian kelas merupakan salah satu pilar dalam pelaksanaan KTSP yang berbasis kompetensi.
      Penilaian kelas lebih merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk memberikan keputusan, dalam hal ini nilai terhadap hasil belajar peserta didk berdasarkan tahapan belajarnya. Dari proses ini, diperoleh potret/profil kemampuan peserta didik dalam mencapai sejumlah SK dan KD yang tercantum dalam kurikulum.
      Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi serta sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik. Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (pencil and paper test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta didik (portfolio), dan penilaian diri.
      Penilaian hasil belajar baik formal maupun informal diadakan dalam suasana yang menyenangkan, sehingga memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dipahami dan mampu dikerjakannya. Hasil belajar seorang peserta didik tidak dianjurkan untuk dibandingkan dengan peserta didik lainnya, tetapi dengan hasil yang dimiliki peserta didik tersebut sebelumnya. Dengan demikian peserta didik tidak merasa dihakimi oleh guru tetapi dibantu untuk mencapai apa yang diharapkan.

B.     MANFAAT PENILAIAN KELAS
         1.      Untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan 
                  dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi.
         2.      Untuk memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta 
                 didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial.
       3.      Untuk umpan balik bagi guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, egiatan,an sumber 
                belajar yang digunakan.
         4.      Untuk masukan bagi guru guna merancang kegiatan belajar.
         5.      Untuk memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas     
                  pendidikan.
         6.    Untuk member umpan balik bagi pengambil kebijakan (Diknas Daerah) dalam
                mempertimbangkan konsep penilaian kelas yang baik digunakan.

C.     FUNGSI PENILAIAN KELAS
         1.      Menggambarkan sejauhmana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.
         2.      Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik
                 memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan
                 program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan).
         3.      Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan
                 peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu guru menentukan apakah
                 seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan.
         4.      Menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung
                 guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya.
         5.      Sebagai control bagi guru dan sekolah tentang kemajuan perkembangan peserta didik.

D.     RAMBU-RAMBU PENILAIAN KELAS
         a.      Kriteria Penilaian Kelas
                     1.      Validitas
                       Validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi. Dalam menyusun soal sebagai alat penilaian perlu memperhatikan kompetensi yang diukur, dan menggunakan bahasa yang tidak mengandung makna ganda. Misal, dalam pelajaran Bahasa Indonesi, guru ingin menilai kompetensi berbicara. Bentuk penilaian valid jika menggunakan tes lisan. Jika menggunakan tes tertulis penilaian tidak valid.
                  
              2.      Reliabilitas
                       Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian yang reliable (ajeg) memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin konsistensi. Misalnya guru menilai dengan proyek, penilaian akan reliabel jika hasil yang diperoleh itu cenderung sama bila proyek itu dilakukan lagi dengan kondisi yang relatif sama. Untuk menjamin penilaian yang reliabel, petunjuk pelaksanaan proyek dan penskorannya harus jelas.

              3.      Terfokus pada kompetensi
                       Dalam pelaksanaan KTSP yang berbasis kompetensi, penilaian harus terfokus pada pencapaian kompetensi (rangkaian kemampuan), bukan hanya pada penguasaan materi (pengetahuan).

              4.      Keseluruhan/Komprehensif
                       Penilaian harus menyeluruh dengan menggunakan beragam cara dan alat untuk menilai beragam kompetensi peserta didik, sehingga tergambar profil kompetensi peserta didik.

              5.       Objektivitas
                       Penilaian harus dilaksanakan secara objektif. Untuk itu, penilaian harus adil, terencana, berkesinambungan dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pemberian skor.

              6.       Mendidik
                       Penilaian dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran bagi guru dan meningkatkan kualitas belajar bagi peserta didik.

b.      Prinsip Penilaian Kelas
              1.       Memandang penilaian dan kegiatan pembelajaran secara terpadu.
              2.     Mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat peniaian sebagai cermin diri.
             3.       Melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pembelajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik.
             4.       Mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik.
             5.      Mengembangkan dan menyediakan system pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan kegiatan belajar peserta didik.
             6.      Menggunakan cara dan alat penilaian yang bervariasi. Penilaian kelas dapat dilakukan dengan cara tertulis, lisan, produk, portofolio, unjuk kerja, proyek, dan pengamatan tingkah laku.
              7.     Melakukan penilaian kelas secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Ulangan harian dapat dilakukan bila sudah menyelesaikan satu atau beberapa indikator atau satu KD. Pelaksanaan ulangan harian dapat dilakukan dengan penilaian tertulis, observasi, atau lainnya. Ulangan tengah semester dilakukan bila telah menyelesaikan beberapa KD, sedangkan ulangan akhir semester dilakukan setelah menyelesaikan semua KD semester bersangkutan. Ulangan kenaikan kelas dilakukan pada akhir semester genap dengan menilai semua KD semester ganjil dan genap, dengan penekanan pada KD semester genap. Guru menetapkan tingkat pencapaian kompetensi peserta didik berdasarkan hasil belajarnya pada kurun waktu tertentu (akhir semester atau akhir tahun).
                       Agar penilaian objektif, guru harus berupaya secara optimal untuk : (1) Memanfaatkan berbagai bukti hasil kerja peserta didik dan tingkah laku dari sejumlah penilaian. (2) Membuat keputusan yang adil tentang penguasaan kompetensi peserta didik dengan mempertimbangkan hasil kerja (karya).

c.      Penilaian Hasil Belajar Masing-masing Kelompok Mata Pelajaran
             1.     Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui :
                  1)     Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik.     
                    2)     Ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.

             2.     Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai.

             3.    Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik.
                  
             4.     Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan dilakukan melalui :
                     1)   Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik.
                     2)   Ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.



KOMPETENSI GURU

A.    KOMPETENSI PEDAGOGIK
        1.      Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, moral, kultural, emosional, dan intelektual.
        2.      Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan budaya.
        3.      Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik.
        4.      Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik.
        5.      Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang mendidik.
        6.      Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran.
        7.      Merancang pembelajaran yang mendidik.
        8.      Melaksanakan pembelajaran yang mendidik.
        9.      Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.

B.    KOMPETENSI KEPRIBADIAN
        1.      Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
        2.      Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
        3.      Mengevaluasi kinerja sendiri.
        4.      Mengembangkan diri secara berkelanjutan.

C.    KOMPETENSI SOSIAL
        1.      Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, dan masyarakat.
        2.      Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat.
        3.      Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional, dan global.
        4.      Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.

D.    KOMPETENSI PROFESIONAL
        1.      Menguasai substansi mata pelajaran dan metodologi keilmuannya.
        2.      Menguasai struktur dan materi kurikulum mata pelajaran.
        3.      Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran.     
        4.      Mengorganisasikan materi kurikulum mata pelajaran.
        5.      Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas.

PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU DIHARAPKAN DAPAT MENGHASILKAN SOSOK UTUH KOMPETENSI PROFESIONAL GURU YANG TERDIRI ATAS :
1.     Mengenal secara mendalam peserta didik yang dilayani, yang mencakup : (a) mengenal lintasan perkembangan peserta didik, dan (b) mengenal perbedaan individual peserta didik.
2.     Menguasai mata pelajaran secara keilmuan dan secara kependidikan.
3.     Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, yang mencakup : (a) merancang pembelajaran, (b) mengimplementasikan pembelajaran, (c) menilai proses dan hasil pembelajaran, dan (d) memanfaatkan informasi, evaluasi, proses, dan hasil pembelajaran untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan.
4.     Mengembangkan profesionalisme secara berkelanjutan dengan melalui : (a) melakukan refleksi terhadap apa yang telah dan akan dilakukan, (b) melakukan interaksi informal kesejawatan, (c) menjaring balikan dari pemangku kepentingan terhadap apa yang telah dan apa yang akan dilakukan, (d) mengakses informasi melalui literatur, (e) mengakses informasi dan komunikasi melalui internet, (f) melalui penelitian tindakan, (g) melakukan konsultasi dengan para pakar sesuai bidangnya, (h) mengikuti pendidikan dan pelatihan, (i) melanjutkan studi lanjut sesuai dengan keahliannya.

PENDIDIKAN KRISTEN

Pendahuluan
          Sekolah Kristen yang benar-benar isinya Kristen tidak banyak ada. Mungkin, hanya satu dua saja. Itu pun biasanya sekolah tersebut masih punya kaitan erat dengan gereja. Dan, murid-muridnya sebagian besar adalah anak-anak dari jemaat gereja tersebut.
          Cukup banyak sekolah yang memakai nama Kristen di nama sekolah mereka tetapi isinya tidak mencerminkan nilai-nilai Kristiani. Sudah banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Penyimpangan tersebut misalnya guru yang tidak Kristen, guru yang hanya sekedar mengajar, guru yang hanya mementingkan diri sendiri, kualitas pembelajaran yang tidak terintegrasikan dengan Firman Tuhan, perilaku guru yang tidak bisa menjadi teladan bagi murid, ibadah yang dilakukan hanya sekedar rutinitas, orientasi kerja hanya berdasarkan materi bukan pada pelayanan kepada Tuhan, lingkungan sekolah lebih cenderung sekulerisme serta visi, misi, dan tujuan sekolah mulai hilang dari nilai-nilai Kristen.
          Tanggung jawab pendidikan bagi seorang anak ada di tangan keluarga, sekolah, dan masyarakat termasuk gereja. Seorang anak akan mengalami pertumbuhan fisik, mental, dan spiritual secara baik apabila lingkungan yang diciptakan di sekelilingnya memberi pengaruh yang besar dan positif. Anak-anak Kristen juga akan mengalami pertumbuhan fisik, mental, dan spiritualnya lebih baik apabila lingkungan di keluarga, sekolah, dan gereja juga memberi kontribusi yang besar secara positif bagi mereka. Orang tua, sekolah, dan gereja harus mengajarkan kepada anak-anak tentang hidup yang Alkitabiah, yaitu hidup yang berpusat kepada Firman Tuhan dan hidup yang berpusat kepada Kristus.
          Sungguh indahnya, bila sejak usia kecil seorang anak oleh orang tuanya sudah dididik dan diperkenalkan dengan pola-pola hidup yang Kristiani. Ia belajar berkomunikasi dengan orang lain yaitu mula-mula dengan orang tuanya kemudian dengan saudaranya. Lalu, ia berkomunikasi dan berelasi dengan anak-anak seusianya di lingkungan rumahnya. Diajarkan kenapa Tuhan menciptakan dia dan kasih sayang Tuhan kepadanya. Orang tuanya mengajarkan bagaimana dia harus mengasihi orang lain karena Tuhan telah mengasihinya.
          Sekolah-sekolah yang isinya benar-benar Kristen sungguh sangat diperlukan agar dapat mengakomodasi calon murid yang berasal dari keluarga-keluarga yang sejak dini sudah menanamkan nilai-nilai Kristen, disamping juga menerima calon murid dari keluarga yang belum mengenal Kristus.
          Tujuan sekolah-sekolah yang isinya benar-benar Kristen menjadi wadah bagi calon murid yang sudah ditanamkan sejak dini nilai-nilai Kristen dalam keluarganya adalah terjadinya kesinambungan pembentukan karakter Kristus dalam diri murid. Resiko yang mungkin bisa terjadi bila tidak ada sekolah yang isinya benar-benar Kristen adalah hilangnya nilai-nilai Kristen yang sudah ditanamkan sejak dini dalam keluarga karena pengaruh lingkungan sekolah yang tidak Kristen tadi. Nilai-nilai Kristen yang sudah ditanamkan di keluarga semakin lama akan mengalami erosi karena lingkungan sekitarnya tidak memberi pengaruh yang baik sesuai Firman Tuhan.
          Oleh sebab itu dibutuhkan sekolah-sekolah yang isinya benar-benar Kristen agar kesinambungan pembentukan nilai-nilai Kristus terus ada, terjaga, dan bertumbuh yang akhirnya bisa menghasilkan jiwa-jiwa yang hidupnya selalu fokus kepada Kristus. Sehingga, kelak murid tersebut menjadi manusia yang memiliki hikmat. Artinya, dia mengetahui dan melakukan yang terbaik dalam segala hal sesuai dengan Firman Tuhan.
          Inilah, yang menjadi kerinduan kita sebagai anak-anak Tuhan untuk melaksanakan maksud dari FirmanNya yang terdapat dalam Matius 28 : 19-20a : “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.”
          Kita yang telah lahir baru dan memiliki kerinduan untuk melayani, mari kita melakukan Amanat Agung Allah itu dengan menjalankan misi Kekristenan di sekolah kita masing-masing. Membangun kultur yang Kristiani di lingkungan sekolah. Membangun pribadi-pribadi unik untuk menjadi serupa dengan Kristus.



Pendidikan Kristen
          Berbicara tentang pendidikan berarti membicarakan sebuah dimensi yang berisikan interaksi antarmanusia yang saling mempengaruhi. Pengaruh itu akan memberikan suatu perubahan dalam diri seseorang yang ada di dalamnya. Perubahan-perubahan itu dapat berupa perubahan sikap, mental, pengetahuan, spiritual, cara berpikir, penguasaan teknologi, dan keterampilan. 
           Pendidikan bisa berlangsung di mana saja. Pendidikan bisa berlangsung di keluarga, sekolah, dan di dalam masyarakat. Salah satu unsur pendidikan yaitu adanya pendidik dan anak didik/peserta didik. Di mana ada proses mempengaruhi dalam sebuah interaksi antara pendidik dan anak didik maka pendidikan sedang terjadi di sana.
          Di dalam keluarga, orang tua adalah sebagai pendidik. Sedangkan, anak-anak mereka adalah peserta didik. Orang tua akan berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Misalnya, mengajarkan dan mendidik anak-anak mereka tentang berbagai pengetahuan, mengajarkan bagaimana menggunakan teknologi dengan benar, melatih keterampilan, cara bersikap, menumbuhkan mental yang kuat, dan pengembangan wawasan spiritual. Bagi keluarga yang menyadari arti penting sebuah pendidikan, maka orang tua akan berusaha melakukan proses pendidikan yang baik dan benar kepada anak-anaknya supaya mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia berkompeten, baik secara jasmani maupun rohani.
          Di dalam keluarga Kristen, semua hal yang terjadi dalam proses mempengaruhi tersebut dilandaskan kepada Kristus dan Firman Tuhan. Tuhan Yesus dan Firman-Nya adalah satu-satunya pondasi ketika orang tua melakukan proses pendidikan di dalam keluarga. Orang tua mengajarkan berbagai pengetahuan dengan benar kepada anak-anaknya, mengajarkan penggunaan teknologi secara bertanggung jawab dan benar sesuai dengan Firman Tuhan, melatih keterampilan untuk mengembangkan talenta yang dberikan oleh Tuhan, membentuk cara bersikap yang baik dan benar sesuai Alkitab, menumbuhkan mental yang kuat dan baik, serta menanamkan nilai-nilai Kristiani yang Alkitabiah dalam hidup mereka. Pendidikan Kristen dalam keluarga memiliki tujuan agar semua anggota keluarga mampu berpikir, bersikap, dan bertindak mencerminkan nilai-nilai Kristiani yang Alkitabiah. Fokus utama adalah memuliakan Tuhan melalui kesaksian hidup dan pelayanan.
          Tidak di semua keluarga-keluarga Kristen terjadi proses pendidikan yang benar-benar Kristiani. Ada hal-hal yang menyimpang dan tidak sesuai dengan pengajaran Firman Tuhan. Misalnya bagaimana orang tua bisa melarang anak-anaknya tidak melihat film tentang pornografi tetapi mereka menyimpan majalah atau film tentang pornografi di dalam kamar tidur mereka. Orang tua mengajarkan kepada anak-anaknya tentang berbicara yang sopan dan menghargai orang lain, tetapi mereka marah-marah dan membentak-bentak pembantu yang melakukan kesalahan. Orang tua meminta anak-anaknya rajin ke gereja tetapi mereka malas pergi ke gereja.
          Efesus 6:4 mengatakan,”Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.”
          Seperti yang dikatakan Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus, bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anaknya sesuai dengan ajaran dan nasihat Tuhan. Nasihat Tuhan itu adalah Firman-Nya di dalam Alkitab. Maka, orang tua di dalam mendidik anak-anaknya harus berdasarkan Firman Tuhan.
          Anak-anak harus dididik berdasarkan Firman Tuhan agar pada masa tuanya tidak akan menyimpang dari jalan Tuhan (Amsal 22:6). Dan, orang tua akan merasa tenteram dan sukacita karena anak-anak mereka menjadi orang-orang yang benar di mata Tuhan (Amsal 29:17).
          Sekolah, merupakan lingkungan pendidikan yang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan keluarga. Kalau di dalam keluarga interaksi yang terjadi terbatas pada anggota keluarga. Sedangkan, di sekolah interaksi yang terjadi tidak hanya antara guru dan murid saja tetapi juga dengan warga sekolah yang lain. Banyak manusia dengan berbagai karakter dijumpai oleh seorang murid di lingkungan sekolah dibandingkan dalam keluarga. Proses saling mempengaruhi ini akan memberikan akibat yang besar baik secara positif maupun negatif bagi seorang murid. Bagi seorang murid yang sejak dari pendidikan di dalam keluarganya memegang teguh nilai-nilai Kristiani yang Alkitabiah, bisa saja akan mengalami perubahan-perubahan yang negatif bila di lingkungan sekolah tidak ditemukan pembelajaran-pembelajaran yang Alkitabiah. Oleh karena itu, dibutuhkan sekolah-sekolah Kristen yang dapat menampung mereka supaya terjadi kesinambungan misi Kristiani tersebut. Disamping itu, sekolah-sekolah Kristen juga memperhatikan murid-murid yang belum percaya Kristus.
          Sekolah Kristen hendaknya dipersiapkan dan dikelola sedemikian rupa berdasarkan nilai-nilai Kristiani yang Alkitabiah. Kristus dan Firman Tuhan ditempatkan yang paling utama dan segala-galanya. Mulai dari kurikulum sampai sumber daya manusianya. Mulai dari visi misi sampai out put yang akan dihasilkan nanti. Mulai dari yayasan sampai karyawan kebersihan. Lingkungan sekolah harus benar-benar diciptakan secara kondusif mendukung proses pendidikan secara Kristen tersebut. Semua manusia yang terlibat di dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah benar-benar memahami visi misi dan tujuan dari sekolah Kristen. Sikap dan perilaku individu-individu di dalamnya harus mencerminkan nilai-nilai Kristiani yang sesuai dengan Firman Tuhan. Nilai-nilai Kristiani yang Alkitabiah benar-benar ditanamkan secara baik kepada murid-murid. Guru-guru dan warga sekolah yang lain mampu memberi teladan yang baik sesuai dengan teladan Kristus. Pendidikan Kristen di sekolah Kristen bertujuan menghasilkan murid-murid yang takut akan Tuhan, memiliki cara pandang Alkitabiah dalam hidup mereka, memahami arti hidup yang kekal, mampu melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai anak-anak Allah, memiliki jiwa yang melayani, dan menjaga kekudusan hidupnya untuk kemulian Tuhan.
          Sangat disayangkan, ada juga sekolah Kristen yang telah kehilangan nilai-nilai Kristiani dalam proses pendidikannya. Kurikulum sampai pengembangan sumber daya pendukung yang lain dioptimalkan hanya untuk mengejar prestasi sekolah, cenderung sekulerisme, dan materialistis. Misi Kristiani telah kehilangan arah. Pendidikan hanya dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang bersifaat sesaat dan tidak kekal. Misalnya, mencetak murid-murid yang pandai tetapi karakter rohaninya buruk dan tidak punya sopan-santun, memberi fasilitas yang sangat lengkap tetapi sikap sombong menjadi-jadi, merasa sekolahnya yang paling hebat sedangkan sekolah lain tidak hebat, merasa bahwa jerih payah harus dihargai dengan materi, ibadah hanya sekadar rutinitas, tidak ada rasa peduli dan menghargai orang lain, kurang adanya keteladanan Kristus oleh guru-guru terhadap murid-murid, dan murid-murid menjadi kurang ajar.
          Amsal 1:1-7 memiliki tujuan yang mulia di dalam mendidik orang-orang muda. Murid-murid di sekolah merupakan orang-orang muda yang memerlukan didikan yang benar sesuai Firman Tuhan. Nilai-nilai mulia yang seharusnya menjadi bagian dari sebuah proses pendidikan ditemukan di Amsal ini, seperti hikmat, kepandaian, kebenaran, keadilan, kejujuran, kecerdasan, pengetahuan, dan  kebijaksanaan.
          Melalui Amsal ini, jelas dunia pendidikan di sekolah Kristen harus membangun karakter-karakter Kristus ke dalam pribadi murid-murid. Sekolah Kristen tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi saja tetapi memasukkan Firman Tuhan dalam setiap proses pembelajaran.
          Murid-murid yang sejak awal sudah dididik dengan pendidikan Kristen yang benar, kelak akan menjadi manusia yang terbangun dengan pribadi yang seutuhnya. Artinya, mereka disamping memiliki kepandaian secara ilmu dunia namun juga menjadi orang-orang yang takut Akan Tuhan dan memiliki hidup yang selalu memuliakan Tuhan lewat karya dan pekerjaannya sehingga karya dan pekerjaan itu berguna bagi orang lain. Dan, orang lain juga bisa merasakan karya Allah melalui dirinya dan menjadi serupa dengan Kristus.
          Memang merupakan perjuangan yang sangat berat tetapi ini adalah bagian dari tujuan Allah menciptakan manusia yaitu supaya manusia memuliakan Tuhan. Tidak akan pernah sia-sia segala upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memuliakan Tuhan. Tuhan akan selalu menolong dan akan membuat mujizat yang luar biasa dalam hidup anak-anak-Nya yang memang benar-benar memuliakan Tuhan melalui hidup dan pelayanannya.
          Gereja merupakan bagian dari masyarakat. Gereja juga memegang peranan penting dalam melakukan sebuah proses pendidikan. Proses pendidikan yang terjadi adalah interaksi antara pelayan-pelayan Tuhan seperti pendeta, penginjil, guru sekolah minggu, majelis, dan pengurus komisi dengan jemaat gereja.  
          Jemaat gereja berasal dari berbagai keluarga-keluarga. Keluarga-keluarga itu tentunya memiliki karakter yang berbeda-beda. Pola pendidikan yang dilakukan oleh orang tua dalam keluarga-keluarga itu tentunya juga berbeda. Disinilah, peran gereja untuk melakukan Amanat Agung Allah dan menjalankan misi Kekristenan. Pelayan-pelayan Tuhan harus benar-benar memahami perannya masing-masing. Gereja harus menjelaskan kepada jemaat bahwa tanggung jawab melaksanakan Amanat Agung Allah tidak di tangan orang-orang atau pendeta yang mengerti dan belajar teologia. Namun, setiap pribadi termasuk keluarga-keluarga memiliki tanggung jawab itu.
          Meskipun demikian, masih ada jemaat gereja yang tidak memahami maksud tugas dari Amanat Agung Allah. Mereka beranggapan bahwa semua itu adalah tanggung jawab pendeta atau gereja. Pendidikan kerohanian diserahkan kepada gereja atau sekolah yang mengajar pendidikan agama. Jemaat atau keluarga-keluarga berpikir sudah menjadi peran gereja untuk melakukan tugas misi Kekristenan, jemaat atau keluarga hanya membantu sekadarnya.
          Nilai-nilai pendidikan yang diajarkan oleh Alkitab jelas memiliki tujuan yang mulia. Alkitab mengajarkan nilai-nilai mulia yang secara mendasar menjadi bagian dari kehidupan setiap manusia. Alkitab mengajarkan bagaimana seseorang harus mengasihi, membawa suka cita bagi orang lain, pembawa damai sejahtera, memiliki kesabaran, punya kemurahan hati dan tidak pendendam, memiliki kebaikan bagi siapa saja dan di mana saja, punya kesetiaan dan kelemahlembutan serta mampu membawa dan mengendalikan dirinya pada situasi apa saja. Semua ini sebenarnya menjadi tanggung jawab setiap manusia. Tetapi, sayangnya masih ada yang beranggapan bahwa semuanya adalah tanggung jawab rohaniwan.
          Tuhan menginginkan bahwa gereja termasuk jemaatnya yang merupakan bagian dari masyarakat luas, memahami akan tanggung jawab ini karena mengajarkan dan mendewasakan manusia melalui didikan yang benar dan Alkitabiah adalah bagian dari melakukan Amanat Agung Allah.
          Pendidikan Kristen baik di keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam hal ini adalah gereja merupakan pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai Firman Tuhan dalam segala aspek melalui proses-proses pembelajaran yang Alkitabiah supaya orang lain yang belajar juga memiliki hidup menjadi serupa dengan Kristus dan memuliakan Allah.

Tujuan Pendidikan Kristen
           Pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan anak didik supaya memiliki kemampuan dalam aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Membekali anak didik dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan perkembangan kedewasaannya sehingga mereka mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau siap terjun di dunia pekerjaan atau di tengah-tengah masyarakat.    
          Pendidikan Kristen berarti suatu proses mempersiapkan anak didik berdasarkan Firman Tuhan supaya mereka memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang serupa dengan Kristus. Dengan kompetensi-kompetensi yang dimiliki tersebut, mereka dapat memuliakan Tuhan melalui hidup dan karyanya yang bermanfaat bagi orang lain serta berkenan kepada Tuhan.
          Oleh karena itu, tujuan dari pendidikan Kristen adalah menghasilkan manusia-manusia yang hidupnya menjadi serupa dengan Kristus melalui pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimilikinya.
         
Apa kata Alkitab?
          Hal-hal penting dalam Alkitab yang menjadi perhatian di dalam menyikapi tujuan yang sebenarnya dari sebuah pendidikan Kristen, yaitu:
1.       Kasihilah Allah dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
2.       Tentang buah-buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. (Galatia 5:22-23)
3.       Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu. (Amsal 22:6)
4.       Amsal 1:2-7 : (2) untuk mengetahui hikmat dan didikan, untuk mengerti kata-kata yang bermakna; (3) untuk menerima didikan yang menjadikan pandai, serta kebenaran, keadilan dan kejujuran; (4) untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda; (5) baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan; (6) untuk mengerti amsal dan ibarat, perkataan dan teka-teki orang bijak; (7) takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.
          Berdasarkan Firman Tuhan di atas, jelas bahwa Alkitab merupakan sumber yang paling utama dalam menyelenggarakan sebuah pendidikan Kristen. Begitu baik dan sempurna nilai-nilai yang diajarkan oleh Alkitab. Semua aspek yang harus dimiliki oleh seorang murid/manusia telah dijelaskan dan ditunjukkan dengan mudah di dalam Alkitab.
          Alkitab banyak mengajarkan bagaimana sebuah pendidikan Kristen yang sebenarnya harus terjadi di sekolah-sekolah Kristen. Alkitab juga memberitahukan bagaiman seharusnya sekolah Kristen mengisi proses pembelajaran yang terjadi di dalamnya mengarah kepada sudut pandang Allah.
          Pendidikan yang berdasarkan Alkitab adalah sesuatu yang baik karena :
1.      Alkitab mengajarkan supaya manusia mengasihi Allah dan sesamanya manusia dengan segenap jiwa dan raganya. Hal ini mengandung arti, setiap manusia harus mengasihi dan taat kepada Tuhan. Manusia harus juga mengasihi manusia yang lain seperti kepada dirinya sendiri. Hal ini juga mengajarkan untuk peduli kepada orang lain, suka menolong, dan rela berkorban bagi manusia lain yang membutuhkan bantuan.
2.      Alkitab mengajarkan agar manusia memiliki karakter, seperti mengasihi, pembawa damai sejahtera, sabar, murah hati, baik, setia, lemah lembut, dan mampu mengendalikan diri pada situasi apa pun.
3.      Alkitab mendidik manusia supaya memiliki kepandaian, kecerdasan, kebenaran, kejujuran, dan memiliki hikmat.
4.      Alkitab memberitahukan bahwa manusia harus takut akan Tuhan karena Dialah yang berkuasa atas semua pengetahuan.
          Masalah-masalah yang terjadi di dunia pendidikan dimiliki oleh sekolah-sekolah, begitu juga dengan sekolah Kristen. Namun, sekolah Kristen harus mampu menghindari masalah-masalah tersebut supaya nilai-nilai Kristen yang diajarkan atau sudah menjadi value tidak berangsur-angsur hilang.
          Sekolah-sekolah Kristen jangan sampai kehilangan visi dan misi Kristennya akibat gara-gara mengejar tujuan akademik saja. Tidak memperkerjakan guru-guru dan karyawan lainnya yang integritas rohaninya rendah serta jiwa pelayanannya yang lemah. Jangan sampai pelayanan yang diberikan oleh guru-guru dan karyawan hanya berorientasi kepada uang atau materi saja, bukan kepada bagaimana memuliakan Tuhan melalui tugas dan tanggung jawab pendidikan yang dipikulnya.
          Namun, sekolah Kristen harus menjadi tempat yang menyenangkan bagi murid-murid, guru-guru, dan karyawan dalam melakukan interaksi antara yang satu dengan lainnya yang saling mempengaruhi berdasarkan nilai-nilai Firman Tuhan. Mereka saling bertumbuh dan membangun kedewasaan Iman supaya mampu bertumbuh serupa dengan Kristus.